AksaraKaltim – Pemkot Bontang menyambut kedatangan Tim Project Identification Survey (PIS) asal Provinsi Jeju, Korea Selatan (Korsel).
Kunjungan tim dari Negeri Ginseng itu dalam hal penjajakan dan membahas terkait kerjasama yang akan dilakukan mengenai pengelolaan sampah.
Wali Kota Bontang Basri Rase mengatakan bahwa penanganan sampah membutuhkan program pengelolaan yang komprehensif dan terpadu dari hulu ke hilir. Sehingga memberikan manfaat bagi masyarakat dan aman bagi lingkungan, sehingga sampah yang dihasilkan tidak hanya menjadi timbunan di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA).
“Tetapi menjadi sesuatu barang yang memiliki nilai guna dan nilai jual,” kata dia, Rabu (13/9/2023).
Dijelaskannya, pada 2022 timbunan sampah Kota Bontang mencapai sebesar 38.046,40 ton per tahun. Sampai saat ini residu sampah yang dibuang ke TPA masih tinggi sebesar 75 ton per hari.
Berdasarkan perhitungan timbulan sampah perhari dan luasan lahan TPA. Diperkirakan umur TPA tidak sampai lima tahun. Sehingga perlu adanya inovasi manajemen pengolahan sampah perkotaan.
Inovasi tersebut dilakukan dengan cara memilah dan mengolah sampah berdasarkan jenisnya. Seperti program Waste to Energy untuk pengolahan sampah organik menjadi listrik. Listrik yang dihasilkan akan dimanfaatkan untuk mendukung fasilitas umum di sekitar lokasi.
Lalu program Waste to Wealth untuk pengolahan sampah anorganik menjadi berbagai produk bernilai guna yang dapat meningkatkan perekonomian pengelola sampah. Kemudian, pengolahan residu dengan proses insinerasi yang bertujuan untuk mengurangi jumlah sampah yang masuk ke TPA.
Terakhir program pengembangan RDF (Refused Derived Fuel) untuk menjadikan sampah sebagai salah satu sumber substitusi bahan bakar sebagian untuk co-firing pembangkit listrik dan boiler.
Dia pun yakin Bontang bisa Zero Waste (sampah) pada 2030.
“Secara pribadi saya berterima kasih telah memilih Bontang sebagai nominator, untuk mendapatkan bantuan pendanaan kerjasama pengelolaan sampah. Ini menjadi salah satu kesempatan emas bagi kami untuk melakukan inovasi pengelolaan sampah padat perkotaan, sehingga masalah persampahan di Kota Bontang,” jelasnya.
Team Leader of Living Environment Division PIS, Jinsook Kim menjelaskan sejauh ini pengelolaan sampah di Provinsi Jeju sudah terbagi. Antara sampah makanan dan sampah lainnya.
“Hal utama dan terpenting adalah edukasi kepada,” bebernya melalui translator.
Di Jeju pada tahun 2005 sampah masih dilakukan masyarakat di depan rumah. Sehingga seluruh kota menjadi kotor. Belum lagi hewan seperti anjing dan kucing sering mengorek sampah sehingga menambah kesan kumuhnya kota.
Memasuki 2006 mereka mulai menempatkan Clean House Waste Discharge System di berbagai penjuru Provinsi Jeju sebanyak 1.828 buah.
Di Provinsi Jeju ada beberapa cara untuk membuang sampah. Pertama menggunakan paper bag yang dijual di pertokoan. Mulai dari kapasitas lima sampai lima puluh liter per buah. Sebagai wadah untuk memilah sampah.
“Sampah-sampah itu pun bisa diolah kembali. Salah satunya menjadi bio plant,” ucapnya.
Apabila Pemkot Bontang memenuhi kriteria maka Kota Bontang bakal menerima bantuan dana hibah sebesar 10 juta US Dollar. Untuk biaya pengembangan pengelolaan sampah.