AksaraKaltim – Tanggal 20 Mei menjadi pengingat kuat bahwa kemerdekaan dan kemajuan bangsa tidak diraih secara instan, melainkan melalui perjuangan panjang berlandaskan persatuan dan kesadaran nasional.
Pada 20 Mei tahun ini, tepat ke-117 tahun peringatan Hari Kebangkitan Nasional (HKN). Mengusung tema Bangkit Bersama Wujudkan Indonesia Kuat.
Peringatan ini merujuk pada berdirinya organisasi Budi Utomo pada 20 Mei 1908, sebuah tonggak yang dianggap sebagai titik awal pergerakan nasional di Indonesia. Dari sinilah, semangat untuk membebaskan diri dari penjajahan mulai tumbuh dan menyebar ke berbagai penjuru negeri.
Wakil Wali Kota Bontang, Agus Haris menjelaskan dalam momentum bersejarah ini, makna yang dapat dipetik ialah kemerdekaan yang dinikmati hari ini, adalah bagian dari perjuangan Budi Utomo atau yang lebih dikenal dengan Bung Tomo.
“Kemerdekaan yang kita nikmati hari ini tidak diperoleh degan mudah. Air mata, darah hingga nyawa dipertaruhkan pejuang terdahulu,” ungkapnya.
Kata dia, bagi generasi saat ini bentuk perjuangan untuk menjaga Indonesia tidak lagi harus mengangkat senjata seperti pejuang terdahulu.
Namun, bisa dimulai dengan menjauhkan diri dari hal-hal yang tidak sesuai dengan masyarakat Indonesia. Seperti menjauhi pergaulan bebas dan obat-obatan terlarang, yang bisa merusak masa depan generasi masa depan bangsa.
“Generasi sekarang, mari cintai bangsa kita, cintai tanah air, cintai NKRI dan itu harga mati. Jauhi obat-obatan karena itu ancaman nyata dan serius,” paparnya.
Sejarah Hari Kebangkitan Nasional
Kebangkitan Nasional bermula dari situasi sosial-politik Hindia Belanda awal abad ke-20, ketika pemerintah kolonial menerapkan Politik Etis pada 17 September 1901.
Kebijakan ini muncul sebagai bentuk tanggung jawab moral Belanda atas penderitaan rakyat akibat tanam paksa (cultuurstelsel) yang diterapkan sejak era Gubernur Jenderal Johannes van den Bosch. Kebijakan tanam paksa memaksa petani menanam komoditas ekspor seperti teh, kopi, dan tembakau, atau bekerja di perkebunan pemerintah.
Dalam praktiknya, banyak penyimpangan terjadi, yang semakin menyengsarakan rakyat. Kondisi ini dikecam tokoh seperti Eduard Douwes Dekker, penulis novel Max Havelaar, yang menyoroti eksploitasi rakyat Hindia.
Desakan kalangan liberal akhirnya mendorong Ratu Wilhelmina untuk meluncurkan Politik Etis. Tiga program utamanya adalah irigasi, edukasi, dan transmigrasi. Dari ketiganya, pendidikan terbukti paling berdampak karena melahirkan kaum bumi putra terpelajar yang menjadi motor kesadaran nasional.
Salah satu hasil dari kebijakan ini adalah lahirnya organisasi pergerakan Budi Utomo pada 20 Mei 1908, yang kini diperingati sebagai Hari Kebangkitan Nasional. Budi Utomo dipelopori Dr Wahidin Soedirohoesodo, yang ingin membantu pendidikan anak-anak muda berbakat namun miskin.
Gagasannya disambut antusias para siswa STOVIA, dan didukung penuh Dr Soetomo serta rekan-rekannya. Budi Utomo menggelar kongres pertamanya pada 4-5 Oktober 1908 di Yogyakarta, yang dihadiri berbagai tokoh pemuda, pejabat keraton, hingga bupati dari berbagai daerah.
Organisasi ini menekankan pada kemajuan bangsa melalui pendidikan, pertanian, perdagangan, teknik, dan kebudayaan, dengan pendekatan non-politik dan non-radikal. Meskipun tidak konfrontatif terhadap kolonial, Budi Utomo berhasil menyalakan semangat kebangsaan. Semangat ini yang menjadi fondasi pergerakan nasional menuju kemerdekaan.
Penetapan Hari Kebangkitan Nasional
Penetapan Hari Kebangkitan Nasional bermula dari situasi genting yang dihadapi Indonesia pada tahun 1948. Meski sudah merdeka, Indonesia masih menghadapi ancaman dari Belanda yang enggan mengakui kemerdekaan, serta munculnya kelompok oposisi dalam negeri yang berpotensi memecah belah bangsa.
Untuk mencegah perpecahan dan menguatkan semangat persatuan, Presiden Soekarno menetapkan tanggal 20 Mei, hari berdirinya Budi Utomo, sebagai Hari Kebangkitan Nasional. Penetapan ini dilakukan pada 20 Mei 1948 di Istana Kepresidenan Yogyakarta, berdasarkan usulan Ki Hadjar Dewantara, dan bertepatan dengan peringatan 40 tahun Budi Utomo.
Meski mendapat kritik karena dianggap terlalu bersikap lunak terhadap kolonialisme dan terlalu terpusat pada Jawa, Budi Utomo tetap diakui sebagai tonggak awal lahirnya pergerakan nasional. Organisasi ini menjadi inspirasi lahirnya berbagai gerakan lain yang memperluas semangat perjuangan hingga ke berbagai kalangan.
Penetapan Hari Kebangkitan Nasional kemudian diperkuat secara resmi melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 1 Tahun 1985 oleh Presiden Soeharto.