AksraKaltim – Mediasi antara Kota Bontang dan Kutai Timur (Kutim) mengenai sengketa tapal batas Kampung Sidrap buntu. Kutim menolak permintaan Bontang, namun hasil tersebut belum bersifat final.
Mediasi yang digelar di Jakarta beberapa waktu lalu oleh Gubernur Kaltim dan pejabat dari Kemendagri merupakan tindak lanjut dari putusan sela Mahkamah Konstitusi (MK). Dalam putusan sela itu Hakim MK memerintahkan Gubernur Kaltim agar kedua pihak dipertemukan.
Putusan tersebut atas dasar permohonan Pemkot Bontang ihwal perkara Nomor 10/PUU-XXII/2024 soal tapal batas, khususnya di Kampung Sidrap.
Ketua DPRD Bontang, Andi Faizal Sofyan Hasdam mengatakan Kutim tetap mepertahankan Dusun Sidrap. Mereka memaparkan program yang akan mereka lakukan di Desa Martadinata.
“Cuma mereke bicaranya soal Martadinata bukan soal Sidrap. Dusun Sidrap kan bagian Martadianata tapi tidak pernah mendapatkan sentuhan dan perhatian,” kata dia
Selama jalannya mediasi Bontang tidak banyak memberikan pernyataan dan menawarkan apa-apa. Mengingat status wilayah tersebut belum masuk ke Kota Bontang.
Namun, seharusnya berbagai pihak harus memiliki kebesaran hati untuk Dusun Sidrap, karena berbicara kepentingan masyarakat yang ada di sana.
“Tapi sebenarnya kelonggaran hati dan jiwa besar dari berbagai pihak yang diperlukan di sini,” ucapnya.
Sementara, Pemkot Bontang dalam fasilitasi mediasi, mengusulkan Dusun Sidrap seluas kurang lebih 164 Ha, menjadi bagian wilayah administrasi Kota Bontang. Terhadap permohonan itu, Pemkab Kutim bersama DPRD Kutim menolak.
Untuk itu, berdasarkan keterangan pihak Kemendagri, dalam mediasi tersebut disepakati agar Gubernur Kaltim bersama kedua belah pihak akan melakukan survei lapangan.
Kemudian, Gubernur Kaltim akan melaporkan hasil survei lapangan kepada Mahkamah Konstitusi (MK).
“Hasilnya akan survei lokasi. Intinya bukan soal menang atau kalah ya. Kita mau cari jalan terbaiknya,” jelas Wali Kota Bontang, Neni Moerniaeni.