AksaraKaltim – Kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak bisa terjadi kapan saja. Khususnya kepada anak, baik itu laki-laki dan perempuan bisa menjadi korban.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB), Edy Foreswanto mengatakan solusi
terbaik untuk menghindari terjadinya kekerasan kepada anak adalah dengan memberikan edukasi rutin kepada mereka.
Seperti bagian tubuh yang tidak boleh disentuh oleh orang asing, keluarga dan termasuk orang tuanya sendiri. Kemudian ciptakan ruang-ruang aman bagian anak.
Peran orang tua tentunya sangat penting dalam memberikan pemahaman kepada anak. Termasuk guru di sekolah.
“Kedua hal tersebut menjadi kunci utama untuk menjaga anak,” terangnya.
Disampaikannya, berdasarkan data terakhir yang diterima, tepatnya per Oktober 2025 lalu setidaknya terjadi 88 kasus kekerasan anak dan perempuan di Kota Bontang. Namun untuk detailnya, belum bisa dirincikan.
“Terakhir itu 88 kasus saya terima di Oktober, semoga tidak bertambah,“ ucapnya.
Diterangkan, umumnya kekerasan seksual terjadi karena pelaku memiliki kuasa lebih terhadap korban. Serta tidak menutup kemungkinan pelaku kekerasan adalah orang terdekat.
Namun, dengan keberadaan CCTV maka setiap gerak terduga pelaku dapat terpantau dan tidak bebas.
“Oleh karena itu, sebaiknya setiap sudut lingkungan terdapat CCTV. Seperti, sekolah yang tengah diupayakan pemerintah, area rumah. Termasuk tempat-tempat pembinaan organisasi, forum dan lainnya,” bebernya.
Sebelumnya, Kepala DP3A Kaltim, Noryani Sorayalita, mengungkapkan bahwa dari total laporan kasus kekerasan yang masuk, sekitar 60 persen korbannya adalah anak berusia di bawah 18 tahun. Sementara sisanya, 40 persen, merupakan orang dewasa.
“Kasus kekerasan terhadap anak masih tinggi. Dari seluruh laporan, sekitar 60 persen korbannya adalah anak berusia di bawah 18 tahun,” jelas Soraya-sapaannya.
Soraya menerangkan, kekhawatiran yang dulu terfokus pada anak perempuan kini juga menyasar anak laki-laki. Dari sekitar 700 kasus atau 60 persen kekerasan yang dialami anak-anak, 46,4 persen merupakan korban perempuan, dan 14,6 persen korban adalah anak laki-laki.
“Dulu kami sering khawatir kekerasan menimpa anak perempuan, namun faktanya anak laki-laki juga banyak menjadi korban,” tegasnya.
Berdasarkan data yang dipaparkan pemerintah menunjukkan bahwa kasus kekerasan di Kaltim berada pada angka yang fluktuatif namun mengkhawatirkan. Pada 2023 tercatat 1.118 kasus. Lalu di tahun 2024 turun menjadi 1.002 kasus. Namun di tahun ini per Oktober kembali terjadi lonjakan dengan total 1.110 kasus.






