AksaraKaltim – Polres Bontang mencatat dalam kurun waktu Januari hingga Juli terdapat 33 kasus kekerasan yang menimpa anak di bawah umur.
Jumlah tersebut didominasi kasus persetubuhan yang mencapai 16. Lalu enam kasus tindakan pencabulan, lima kasus kekerasan anak, empat kasus KDRT, satu perzinahan dan satu kasus tindak penganiayaan anak.
Merespons hal ini, Wali Kota Bontang, Neni Morniaeni menyatakan perlunya love enforcement dan edukasi kepada keluarga, sehingga dapat meminimalisir terjadinya perilaku tercela.
“Harus ditegakkan hukum, beri hukuman yang seberat-beratnya pada pelaku. Ini tidak bisa dibiarkan karena dapat merusak masa depannya,” tegas Neni.
Ia menerangkan, banyaknya kasus kekerasan juga tak lepas dari faktor kemiskinan yang identik dengan kekurangan dan ketidaktahuan batasan dalam hubungan keluarga. “Rumah sempit, jadi kamar dipakai ramai-ramai. Ini bisa membuat seseorang dalam keluarga tergiur dan lainnya,” ujarnya.
Oleh karenanya, Neni mengaku akan meminimalisir kasus tersebut dengan sejumlah program. Salah satunya dengan membangun sebanyak 50 rumah layak huni, agar ada kamar yang dikhususkan untuk orang tua maupun anak.
“Lebih baik jika ayah tiri dengan anak tirinya dipisahkan. Jadi memang ini membangun kecerdasan spiritual dan itu merupakan komitmen dari Pemerintah Kota Bontang,” ungkapnya.
Selain itu, juga melalui program menaikkan insentif pegiat agama dan guru ngaji. Ini untuk membangun kecerdasan spiritual masyarakat. Adapun faktor kemajuan teknologi juga dapat mempengaruhi perilaku dalam keluarga.
Menurut Neni, kemajuan teknologi merupakan sebuah tantangan besar. Namun hal tersebut tentu tergantung pada tindakan masyarakat dan ketegasan pemerintah dalam mengelola tantangan tersebut.
“Jadi memang Pemkot Bontang melalui dinas terkait harus mengedukasi dan menggalakkan gerakan keluarga sakinah,” tegasnya.
Neni pun menyebutkan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Pelindungan Anak, Keluarga Berencana (DP3KB) telah membuat aturan standar untuk menurunkan angka-angka kekerasan dalam rumah tangga.
Di akhir, Neni pun menerangkan bahwa kasus yang melibatkan anak ini disebut sebagai fenomena gunung es. Sedikit yang muncul namun banyak juga yang terungkap.
“Ya, jadi memang berat buat kita tapi tentu permasalahan ini harus selesai. Di perlukan keluarga sakinah, dan pemerintah memberikan insentif itu sebetulnya ada niat suci untuk mencerdaskan spiritual masyarakat,” tutupnya.
(Manda Wulandari)