AksaraKaltim – Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang baru membawa perubahan signifikan terkait peran dan perlindungan profesi Advokat. Regulasi baru ini secara detail mengatur 11 hak Advokat dalam Pasal 150, sekaligus memuat kewajiban ketat yang menuntut profesionalitas dan keaslian identitas.
Di mana perubahan KUHAP yang baru telah disetujui, tepatnya pada Rabu (18/11/2025), lalu dalam rapat paripurna. DPR RI telah resmi mengesahkan Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) menjadi KUHAP
Demikian disampaikan oleh Wakil Ketua Komite Perlindungan Profesi Advokat DPN Peradi Suara Advokat Indonesia, Ngabidin Nurcahyo.
“Kami mengucap syukur dan menyampaikan apresiasi setinggi-tingginya atas disahkannya KUHAP yang baru ini karena dalam KUHAP baru ini telah memperkuat Hak Imunitas Advokat. Tentunya menjadi sebuah momentum menggembirakan dan disambut antusias oleh para praktisi hukum, akademisi, dan organisasi profesi Advokat,” terangnya, Selasa (25/11/2025).
Kata dia, dalam UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Hukum Acara Pidana (KUHAP) lama mengatur kewenangan advokat sangat terbatas. Advokat hanya diberi kewenangan memberi pendampingan setelah kliennya berstatus tersangka.
Lebih jauh dijelaskan, RUU KUHAP atas perubahan UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP Bab VIII terkait Advokat dan Bantuan Hukum juga telah mengakomodasi hak imunitas Advokat. Dimana sebelumnya juga diatur dalam UU Advokat nomor 18 Tahun 2003 dalam Pasal 16, dan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 26/PUU-XI/2013 juga telah menegaskan Hak Imunitas Advokat.
“Tapi pada KUHAP baru, peran Advokat diperkuat sehingga Advokat bisa mendampingi kliennya sejak awal, baik berstatus saksi, korban, tersangka, dan terdakwa,” terang pria yang juga berprofesi sebagai praktisi hukum.
Kemudian, dalam RUU KUHAP baru telah mengatur dalam pasal 149 ayat (2) yang menegaskan bahwa Advokat tidak dapat dituntut secara pidana maupun perdata atas pelaksanaan tugas profesionalnya. Berlandaskan iktikad baik demi kepentingan membela klien, baik di dalam maupun di luar pengadilan.
“Tujuannya adalah melindungi independensi (profesi Advokat) dari kriminalisasi penegak hukum yang kerap terjadi di berbagai daerah. Serta memastikan profesi Advokat dapat membela klien secara optimal tanpa rasa takut dan kekhawatiran adanya intimidasi. Sehingga dapat mendukung tegaknya keadilan bagi kliennya,” jelasnya.
Diterangkan, penegasan dalam KUHAP baru ini bertujuan melindungi masyarakat dari praktik jasa hukum ilegal sekaligus memastikan perlindungan hak-hak prosedural klien berjalan optimal melalui Advokat yang profesional dan terverifikasi.
Ada beberapa hal yang wajib ditunjukkan Advokad saat mendampingi klien, pertama, surat kuasa yang menunjukkan secara jelas tindakan hukum yang dikuasakan kemudian Kartu Tanda Anggota (KTA) organisasi Advokad dan berita acara sumpah pengangkatan sebagai Advokad.
Jika seseorang yang mengaku sebagai Advokat tidak dapat menunjukkan hal hal tersebut, ia dinilai sebagai Advokat yang tidak asli dan dapat dituntut secara pidana sesuai ketentuan KUHAP baru.
“Yang paling mendasar, Advokat yang asli memiliki berita acara sumpah pengangkatan dari Pengadilan Tinggi domisili dan Identitas Keanggotaan (KTA) dari Organisasi Advokat yang sah. Kalau hal dasar enggak ada berarti abal-abal,” ujar Ngabidin.
Advokat kini memiliki landasan hukum yang lebih kuat dalam menjalankan tugas. Pasal 150 KUHAP baru merinci 11 hak tersebut, antara lain:
• Memberikan jasa dan/atau bantuan hukum atas permintaan pihak yang berperkara (tersangka, terdakwa, saksi, atau korban).
• Menghubungi, berkomunikasi, dan mengunjungi klien sejak ditangkap/ditahan di semua tahap pemeriksaan.
• Memberikan nasihat hukum mengenai hak dan kewajiban klien dalam proses peradilan pidana.
• Mendampingi tersangka, terdakwa, saksi, dan korban pada semua tahap pemeriksaan.
• Meminta salinan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Tersangka sesaat setelah selesai pemeriksaan untuk kepentingan pembelaan.
• Mengirim dan menerima surat dari tersangka atau terdakwa setiap saat.
• Menghadiri sidang dan mengajukan pembelaan.
• Bebas mengeluarkan pendapat atau pernyataan di setiap tahap pemeriksaan demi pembelaan terdakwa.
• Meminta keterangan saksi dan ahli dalam sidang.
• Meminta dokumen dan bukti yang relevan untuk membantu pembelaan.
• Mengajukan bukti yang meringankan terdakwa dalam persidangan.






